Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat." Dan sabda beliau: "Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina." Islam memerintahkan kita mencari ilmu, selama nyawa masih dikandung badan. Tidak ada alasan untuk tidak mencari ilmu, karena dengan ilmu manusia akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat, hanya orang-orang yang tidak waraslah “Tolabul ilmi minal mahdi ilal lahdi” artinya Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat. Sebagian ulama menilai hadis ini lemah. Namun janganlah cepat2 menilai demikian lihat dulu maknanya? Bila yang menuntut ilmu adalah seorang bayi yang baru lahir, apalagi ditambah bahwa untuk kewajiban berilmu adalah orang yang sudah berakal yaitu Akil balik. sudah pasti hadis ini tidak memenuhi harapan. Jadi dalam membaca hadis itu bukan ditunjukan pada bayi untuk menuntut ilmu, tetapi pada orang yang membacanya yaitu orang berakal. karena kewajiban menuntut ilmu adalah pada orang berakal. Orang berakal akan melihat hadis ini secara utuh dengan melihat lintasan kejadian / peristiwa penting yaitu pada masa buaian dan masa kematian. Hal tersebut dikaitkan dengan ilmu dahsyat yang didapat pada peristiwa Awalin yang dialami bayi, atau kejadian awal manusia dan peristiwa dashyat lainnya yaitu peristiwa ajal / kematian. Orang yang memiliki kesadaran awalin dan akhirin sudah pasti memiliki kesadaran mengenai masa kini. Dia akan tahu siapa yang menciptakannya, tahu fungsi dirinya, tahu tujuan hidupnya, mengetahui juga fungsi media yang didiaminya yaitu dunia. Kesadaran Awalin dan Akhirin akan diupayakan sebagai garis lurus sehingga akan selalu berpegang pada petunjukNya, dan orang yang demikian akan cepat mengetahui kalau ada perbuatan yang melenceng dari garis itu, dan berusaha cepat kembali. Orang yang demikian akan lepas dari kebingungan dan penasaran dalam menempuh perjalanan hidupnya. Imam Ibn Athaillah ”Salah satu tanda sukses di akhir perjalanan adalah kembali kepada Allah di awal perjalanan Al hikam Kembali lagi bahwa hadis ini, bisa dikatakan tidak shahih sanadnya, tetapi maknanya tidak diragukan kesahihannya. Allah Ta’ala telah berfirman “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” QS. An Nahl 78. Jadi, manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa, kemudian mereka terus menerus belajar sampai dia disemayamkan di kuburnya. Hal ini adalah prilaku orang-orang shalih dan ulama yang menghabiskan hidupnya dengan ilmu, baik mencari dan mengajarkannya, sejak mereka kanak-kanak hingga detik-detik menjelang ajalnya. Wallahu a’lam
carilah ilmu dan jangan malas, sesungguhnya kebaikan itu sangat jauh dari orang-orang yang malas ”(Kata Mutiara) ''janganlah kamu lembut (lembik) sehingga kamu di tindas, dan jangan pula kamu keras (kering) sehingga kamu di hancurkan''(Kata Mutiara) ''tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat'' (Kata Mutiara) ''Keindahan
Menjadi lumrah untuk manusia menuntut ilmu. Sedari kecil, kita akan dipupuk budaya membaca dan ditanam perasaan gemar belajar untuk mendapatkan ilmu. Kita lihat dalam sejarah, ramai umat Islam terdahulu yang telah berjaya melakar nama dalam bidang-bidang yang diceburi. Ibnu Firnas merupakan manusia pertama yang berjaya mencakar langit dengan penciptaan kapal terbangnya. Ibn al-Nafis pula merupakan antara tokoh perubatan yang sangat ulung yang telah menyumbang terhadap penemuan sistem peredaran darah. Al-Khawarizmi pula merupakan seorang tokoh dalam bidang matematik, astronomi dan geografi. Kecintaan mereka terhadap ilmu sehingga mampu menjadikan mereka sebagai tokoh yang berjaya membuka mata dunia terhadap bidang-bidang yang diceburi. Kisah-kisah umat terdahulu inilah yang memberikan semangat kepada diri kita hari ini untuk lebih bersemangat dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini juga, terdapat beberapa hadis dan kata mutiara yang disandarkan untuk membangkitkan lagi semangat manusia untuk menuntut ilmu. Namun, dalam masa yang sama, kita perlu berhati-hati dalam menyandarkan dalil yang didengar. Sebagai contoh, entri kali ini akan membawa sebuah kata-kata yang cukup terkenal dan sering digunakan, namun ia disebut sebagai salah sebuah kata-kata Rasulullah SAW. اطْلُبُوا العِلمَ مِنَ المَهدِ إِلى اللّحْدِ Maksud “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.” Menurut perbahasan ulama, ia bukanlah sebuah hadis. Tidak boleh beramal dengan menyandarkan ia kepada hadis. Menurut Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, ucapan ini adalah kata-kata hikmah yang telah direka oleh manusia sendiri. Ia adalah kata-kata ulama dan digelar sebagai kata mutiara. Boleh beramal dengan kata-kata hikmah ini dan menjadikan ia sebagai pembakar semangat anda dalam usaha menuntut ilmu, namun tidak boleh mengatakan bahawa ia adalah kata-kata daripada Baginda SAW. Kongsikan Artikel Ini Nabi Muhammad berpesan, “sampaikanlah dariku walau satu ayat” dan “setiap kebaikan adalah sedekah.” Apabila anda kongsikan artikel ini, ia juga adalah sebahagian dari dakwah dan sedekah. Insyallah lebih ramai yang akan mendapat manafaat. Fizah Lee Merupakan seorang graduan Universiti Islam Antarabangsa Malaysia dalam bidang Bahasa Melayu untuk Komunikasi Antarabangsa. Seorang yang suka membaca bahan bacaan dalam bidang sejarah dan motivasi
Artidari peribahasa Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke liang lahat yaitu Hendaknya tidak berhenti menuntut ilmu hingga meninggal dunia.Peribahasa Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke liang lahat ialah peribahasa berbahasa Indonesia yang dimulai dengan karakter T. Peribahasa Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke liang lahat sanggup anda gunakan dalam image The Spiritual Reborn, Dayah Sufimuda, Aceh Kamis/Jumat, 5/6 April 2018. Ilmu Ayunan dan Ilmu Liang Lahat Oleh Said Muniruddin اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ Artinya “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan hingga liang lahat.” BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Secara umum, hadis di atas dipahami sebagai sebuah pesan untuk belajar seumur hidup long life education. Sebenarnya lebih dari itu, hadis ini mencoba memberitau kita 2 kategori ilmu. Keduanya diminta oleh Nabi SAW untuk kita pelajari, secara bertahap. Dimulai dari ilmu yang bersifat “ayunan” mengetahui adanya Tuhan sampai kepada ilmu “liang lahat” berjumpa dengan Tuhan. Hadis Nabi SAW tersebut tidak perlu kita pahami sebatas pesan literal. Karena, saat diliang lahat kita tidak lagi dalam posisi belajar. Itu sudah masuk fase awal akhirat. Disana tidak ada lagi proses belajar, yang ada hanya pertanggungjawaban. Hadis Nabi SAW ini juga masuk dalam sasaran kritik kaum “kembali kepada Alquran dan Hadis.” Katanya itu bukan hadis. Karena tidak ada dalam kitab tertentu. Sehingga teks di atas diyakini sebatas ungkapan biasa. Namun, hadis ini juga diakui ditemukan dalam kitab-kitab ulama tertentu lainnya. Hadis ini sendiri punya makna batin yang tinggi, melebihi bunyi teksnya. Dan inilah yang ingin saya berikan syarah-nya. Apa itu ilmu dalam “ayunan”? Itulah ilmu untuk anak-anak, dan juga berbagai cabangan ilmu bagi kita untuk menghadapi dunia. Apa ilmu yang anda sampaikan kepada anak-anak saat mereka dalam ayunan? Untuk menjawab ini, kita perlu kembali kepada tradisi Islam terkait pendidikan anak. Sebab, saat ini juga banyak hal yang diperdengarkan kepada anak menjelang tidur. Mulai dari lagu dangdut sampai kepada lagu-lagu para pemuja setan. Dalam budaya dan kearifan Islam, kita diajarkan mendidik anak dengan memperdengarkan berbagai syair dan kalimah tauhid. Dengan itulah mereka tertidur. Yang menghantarkan mereka ke alam bawah sadar adalah kalimah-kalimah suci tentang Tuhan. Ini dahsyat sekali. Saat-saat menjelang tidur adalah kondisi paling nyaman alfa bagi sianak untuk menyerap pengetahuan. Ini semacam hipnotherapy penanaman kesadaran ilahiyah bagi anak. Dan pengetahuan tertinggi bagi seseorang adalah pengetahuan ketuhanan makrifat/tauhid. Inilah tugas orang tua, memperkenalkan agama kepada anaknya. Ini sesuai dengan dalil dasar kehidupan awal dari agama adalah “mengenal Allah” awaluddin makrifatullah. Namun, tauhid yang diajarkan masih sebatas tauhid tekstual dan teoritis. Semua masih berupa syair-syair, ayat-ayat, dan kalimat-kalimat tentang Allah. Mereka menyerap apa-apa yang dibacakan oleh mursyid pertama mereka, yaitu orang tua mereka sendiri. Memang inilah level ilmu bagi pemula. Siapapun kita, memulai agama mesti dengan usaha memperoleh pengetahuan-pengetahuan serupa. Mulai dari mendengar kajian dan menelusuri ayat tekstual, sampai kepada jenis pengetahuan yang diperoleh dari riset inderawi empiris, serta pengetahuan-pengetahuan rasional argumentatif yang diperoleh melalui dalil-dalil burhani logika dan filsafat. Semua anak belajar hal ini. Mereka dihafalkan ayat-ayat suci. Mereka juga mengobservasi lingkungannya dan biasanya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan rasional apa itu, mengapa bisa begitu, dan sebagainya. Semua proses belajar ini hanya untuk survive memahami dan menguasai dunia. Dan kita memang diutus Allah untuk punya pengetahuan dan keahlian dalam memakmurkan bumi QS. Hud 61. Itulah ilmu-ilmu terawal untuk kita miliki ilmu teks suci tauhid teoritis, ilmu empiris observatif ainul yaqin, dan ilmu-ilmu rasional argumentatif ilmul yaqin. Perolehan semua ilmu ini menyebabkan kita percaya kepada adanya Allah. Tapi hanya sekedar “tau” dan “percaya.” Belum sampai kepada tahap merasakan atau “menyaksikan” apa yang kita percayai syuhud alias lebur fana atau “haqqul yaqin” kepada Allah. Untuk sampai kesana dibutuhkan satu metode keilmuan lagi. Yaitu, metode irfan atau tasawuf. Metode inilah yang hilang dalam bangunan keilmuan kita dalam tulisan ini saya cenderung menyamakan antara irfan, tasawuf, sufi, dan tariqah. Saya curiga ini bukan hilang, tetapi sengaja dihilangkan. Beralihnya zawiyah-zawiyah atau dayah ke sekolah-sekolah umum pada masa kolonial, dengan menghilangkan “ilmu rasa” dari kurikulumnya adalah termasuk bagian dari proses penghancuran ini. Selain itu ada gerakan-gerakan pembid’ahan terhadap praktik-praktik gnostisisme ini. Bangunan imej juga sengaja dibangun bahwa mistisisme Islam itu kolot. Mungkin karena ada sejumlah institusi Islam yang hari ini demikian tertinggal dalam pola-pola pengajaran. Bahkan banyak dayah hari ini sudah demikian kaku memahami agama, tidak lagi kuat dalam nilai-nilai irfan. Namun itu tidak bisa menghancurkan spirit asli dari tarekat tariqah itu sendiri. Zawiyah merupakan satu bentuk institusi Islam yang memadukan, kalau boleh saya sebut, “ilmu dunia” dengan “ilmu akhirat.” Sebenarnya istilah demikian tidak tepat. Semua ilmu adalah ilmu dunia-akhirat. Dunia-akhirat berada pada satu garis yang harus kita tempuh. Terminologi ini hanya semacam penjelasan terhadap ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu khusus tentang ketuhanan. Zawiyah adalah sekolah yang memproduksi berbagai pengetahuan, dengan penekanan pada spiritualitas. Semua ilmu diikat pada keyakinan dan kesadaran akan Allah. Sehingga kita temukan banyak sekali naskah klasik Islam di Aceh dan dunia melayu nusantara misalnya, yang terkait tasawuf. Ilmu dan metodologi tasawuf inilah yang membawa jiwa-jiwa murid sampai kepada Allah. Hampir semua pelosok di Aceh ada zawiyah dayah, yang disanalah masyarakat terdidik dalam ritual belajar tertentu untuk tersambung dengan “tali Allah.” Mereka benar-benar merasakan pengawasan Allah omnipresent. Sehingga terbentuk perilaku yang baik, dengan adab dan akhlak yang elok. Tidak berperilaku dhalim dan korup! Sepertinya aktor-aktor intelektual kolonial semacam Snouck Hurgronje tau, cara menguasai dunia muslim adalah dengan memisahkan kita dari Tuhan kita. Sementara, kalau kita telusuri tokoh-tokoh Islam klasik yang ahli filsafat, matematik, fisik, biologi, sejarah, kedokteran, kimia dan sebagainya itu; umumnya mereka juga mendalami dan menjalani metodologi pengetahuan “kehadiran Allah” hudhuri. Itu kelihatannya yang membuat pengetahuan-pengetahuan mereka memiliki resonansi yang kuat. Sejarah perlawan keras terhadap penjajah di berbagai belahan dunia adalah juga sejarah perang yang dipimpim para ulama, kaum sufi dan tarekat. Mulai dari Afrika Utara, India sampai Indonesia. Sementara kelompok aristokrat dan abangan lebih akomodatif dengan penjajah. Di Indonesia sebut saja beberapa nama seperti Chik Ditiro, Imam Bonjol dan Diponegoro. Masih banyak lagi. Mereka semua membangun gerakan perlawanan berbasis dzikrullah. Saya teringat dengan Sayyid Husain, kebetulan juga kakek dari ayah saya dari sebelah ibunya. Suatu ketika ditangkap Belanda karena ikut memimpin perlawanan di Pidie saat agresi Belanda kedua pada 1874. Setahun sebelumnya, Belanda gagal total pada agresi pertama mereka yang dilakukan dari Pantai Cereumen Ulee Lheue Banda Aceh pada awal April 1873. Dalam penjara, Sayyid Husain setiap malam memimpin ratib yang begitu bergemuruh, sehingga menggangu kenyamanan sipir Belanda. Saya tidak tau tariqah apa yang beliau amalkan. Dia dilepaskan, kemudian menuju Langkawi Malaysia dan meninggal disana. Keinginannya menuju Turki tidak kesampaian. Makamnya terletak di Masjid Kuwah, Pulau Langkawi. Disana ia dikenal dengan sebutan “Tok Habib” foto makamnya dapat dilihat disini. Ada satu sosok sufi lain yang juga sangat fenomenal dalam sejarah perang melawan kolonial di Indonesia. Namanya Habib Abdurrahman as-Segaf, dikenal dengan “Habib Teupin Wan.” Hemat saya tidak ada sosok selain dia, yang demikian lama terlibat dan memimpin perang fisabilillah 38 tahun 1873-1911! Ia bahkan menolak perintah rajanya sendiri Sultan Muhammad Daudsyah untuk menyerah pada Belanda. Spirit ketauhidannya tinggi sekali. Perang Aceh meredup bahkan berakhir tidak lama paska kematiannya. Ia boleh dikatakan panglima terakhir perlawanan terhadap Belanda paska ulama Tiro. Tewas terkepung pelacak andalan Belanda Letnan Schmidt di Gunung Halimon, kini makamnya ada di Desa Blang Dalam, Tangse, Aceh Pidie. Kaum sufi adalah kaum sederhana. Ruhani mereka sudah terbebaskan dari selain Allah. Jika ada penindasan, mereka tampil duluan untuk menentang. Jika ada sufi yang mengasingkan diri dari urusan publik dan tidak kritis terhadap kemungkaran yang ada, itu belum menjadi sufi. Sufi punya kritisisme dan gerakan sosial yang kuat. Pelajari Nabi SAW, betapa sering ia berkomunikasi dengan Allah, yang kemudian melahirkan energi amar makruf yang luar biasa. Sufi boleh disebut sebagai orang-orang yang menempuh jalan Tuhan salik. Sebenarnya siapa saja bisa kita sebut sufi, manakala ia telah melakukan mujahadah atau perjalanan secara sungguh-sungguh, sehingga mampu merasakan kehadiran Tuhan. Diibaratkan semacam perjalanan’ Musa berjumpa Tuhan di puncak Sinai. Atau semacam perjalanan’ Muhammad SAAW bertemu Tuhannya di Sidratul Muntaha. Sufi merupakan bagian dari kaum muslimin yang menjalani metode iluminatif tariqah untuk penyucian qalbu dan melakukan perjalanan jiwa suluk, untuk pada kadar tertentu mengalami apa yang dialami oleh manusia-manusia suci sebelumnya. Kalau manusia-manusia terdahulu, dengan cara-cara tertentu, bisa berjumpa’ Allah, mengapa kita tidak bisa? Seharusnya kita semua dalam hidup ini mengalami pencerahan spiritual syuhudi terhadap keberadaan Allah. Tentu dengan bantuan guru mursyid. Saya kira hampir semua ilmu butuh guru berpengalaman untuk membawa kita sampai pada pengetahuan tentang kebenaran. Sejak taman kanak-kanan sampai doktor pun kita dibimbing para guru dan profesor. Demikian pula dalam dunia tarekat. Inilah yang dimaksud “ilmu liang lahat” ilmu “kematian” agar bisa bertemu Allah. Makna “liang lahat” disini hanya sebuah perumpamaan. Liang lahat merupakan terminal awal perjumpaan dengan Allah. Karena memang saat kita mati nanti, untuk ketemu Allah berawal dari liang lahat. Maksud “mati” disini juga bukan dalam arti kematian biologis atau yang kita sebut meninggal terpisahnya ruh dengan jasad. Jadi apanya yang mati? Yang harus kita matikan adalah segala bentuk kesyirikan dalam ibadat/kehidupan ini, yang membuat kita terhijab dari perjumpaan dengan Allah. Inilah yang dalam hadis qudsi disebut dengan “matilah kamu sebelum kamu mati” موتوا قبل أن تموتوا Untuk sampai kepada “kematian ego” ini ada amalan-amalan yang mesti ditempuh, baik dalam rangka penyucian takhalli maupun pengisian jiwa tahalli. Inilah cara memperoleh ketauhidan yang tinggi. Ketauhidan yang membuat setiap manusia biasa dapat “berjumpa” liqa dengan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا “Katakanlah Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” QS. Al-Kahfi 110. Tariqah atau jalan irfan adalah sebuah metode bagi kita orang-orang biasa ini untuk membangun amaliah tertentu dan mematikan “diri” ego/syirik agar bisa memperoleh pengetahuan tertinggi, yaitu “bertemu” Allah. Karena puncak kebaikan/kebahagiaan itu ada saat menyaksikan “kehadiran” Allah, sejak di dunia sampai di akhirat. Tidak mungkin kebahagiaan sejati sesuatu yang kita cari-cari datang dari selain “berjumpa” dengan Allah. Pesan akhir, jangan terus menerus berada dalam “ayunan.” Yaitu sebuah model beragama anak kecil, bahwa kita hanya sekedar tau dan diberitau oleh orang lain atau oleh teks suci bahwa Allah itu ada. Dewasalah. Masuklah ke “liang lahat”, ke pintu gerbang perjumpaan dengan Kekasihmu. Matikan semua kesyirikan yang ada dalam diri, agar sejak di dunia engkau bisa bertemu dengan Allah. Itulah yang dimaksud kebahagiaan dunia, apalagi di akhirat. Demikian para guru menjelaskan. Semoga kita semua memperoleh hidayah untuk bahagia, bertemu dengan-Nya. Allahumma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

AminUntuk melengkapi ke ilmuan Patah tulang, baca juga : * Titik Pijat Mengatasi Penyakit * Titik Refleksi Mengatasi berbagai penyakit * Obat Alami / Ramuan Alamianda kurang jls dan mau belajar hub gus budi tlp: 085232622294. Diposting oleh Unknown di Minggu, Oktober 07, 2012 Tidak ada komentar:

اَطْلُبِالْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى الَّحْدِ Uthlubil ‘ilma minal mahdi ilallahdi Artinya: “Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.” Hadist Menuntut Ilmu
Mediayg digunakan untuk awalan Iqro 1, setelah sudah bisa membaca dan mengenal huruf hijaiyah di lanjutkan ke iqro 2 yg berisi huruf hijaiyah yg disambung dan berharokat. Setelah sudah mampu membaca huruf hijaiyah yg disambung, lanjit Artinya Tuntutlah ilmu dari dalam buaian hingga liang lahat. Kalimat ini sering kali dinilai sebagai hadis atau sabda Rasulullah SAW. Padahal, menurut beberapa sumber, ini bukanlah hadis tapi perkataan orang biasa, sehingga bisa dibilang ini hadis palsu. Artinya: “Perkataan ini, yaitu ‘menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahad Artinya “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim) Menuntut ilmu itu harus mau bersusah payah, karena ilmu itu harus dicari di mana saja, sekalipun sangat jauh tempatnya dan banyak rintangannya, seperti sabda Nabi SAW : Kitasering mendengar hadis yang satu ini disampaikan di berbagai majelis taklim. Hadis ini begitu populer di tengah masyarakat muslim Indonesia. "Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri Cina" demikian bunyi hadisnya. Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) mengatakan bahwa hadis itu tidak shahih. Berikut redaksi hadisnya.
Halitu memberikan isyarat, bahwa manusia rabbani adalah orang yang selalu mengajarkan ilmu yang dia miliki kepada orang lain, dan di saat yang sama dia selalu belajar mencari apa yang belum diketahuinya. Hal itu dilakukannya sepanjang hayat seperti yang diperintahkan Rasulullah saw “Carilah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”.

Batasawal pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan ke arah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak dilahirkan, sedangkan pendidikan yang sesungguhnya baru terjadi kemudian. Adapun batas terakhir pendidikan Islam yaitu sampai akhir hayat. Daradjat, Zakiah dkk. 2006.

KoiQlov.
  • e00nhyt0u6.pages.dev/742
  • e00nhyt0u6.pages.dev/725
  • e00nhyt0u6.pages.dev/169
  • e00nhyt0u6.pages.dev/422
  • e00nhyt0u6.pages.dev/372
  • e00nhyt0u6.pages.dev/742
  • e00nhyt0u6.pages.dev/797
  • e00nhyt0u6.pages.dev/362
  • carilah ilmu sampai ke liang lahat